Laman

Senin, 28 Februari 2011

Kunjungan ke SLB

Pekan lalu aku mengunjungi salah satu SLB negeri di kawasan Jakarta Selatan yang menyediakan hampir semua kelas kekhususan, seperti kelas A (tuna netra), B (tuna rungu dan tuna wicara) dan C (tuna grahita). Kunjunganku pertama kalinya di sekolah khusus seperti ini bertujuan untuk melakukan observasi di kelas anak Down Syndrome (DS), yang termasuk di kategori kelas C.

Hmm... first impression di sana adalah... 'Ini kayak sekolah negeri biasa deh...', waktu melihat anak-anak jajan di luar pagar sekolah. Iya, kalau melihat mereka bermain di jam istirahat mereka seperti anak-anak biasa kok. Tapi, ada cukup banyak juga orang umum yang duduk-duduk atau jalan-jalan menemani beberapa orang anak. Ya, mereka pengasuh beberapa orang anak yang butuh pengawasan khusus. Bahkan kalau aku dan teman-teman sekelas ngga melapor pada pihak sekolah, mereka pasti bisa ngga menyadari kalau ada 4 orang asing sedang berkeliaran dan mengintip-intip proses belajar anak-anak di sekolah mereka. Hehehe....

Aku masuk ke kelas 4 C1 yang diisi oleh hanya 6 siswa... saya ulangi... hanya 6 siswa!! Bikin irii,,,tapi ngga iri-iri amat....

Separuh dari anak-anak itu DS, sedangkan separuh lagi tidak. Di setiap sisi dinding kelasnya, banyak ditempelkan karya-karya siswa serta biodata singkat mereka. Mereka lahir di tahun 1999 sampai dengan 2001, berarti kurang lebih saat ini berusia 9-12 tahun. Tetapi, walaupun begitu, tingkat pelajaran mereka masih setara dengan anak-anak usia 2 tahun. Mereka berlatih memegang sendok, memindahkan isi dari wadah satu ke wadah lain, berlatih menulis angka 7 atau 10, menulis nama sampai belajar menyikat gigi. Buat anak-anak seperti mereka, mood itu berpengaruh sekali. Waktu kegiatan gosok gigi, salah seorang anak DS lagi ngga mood meninggalkan kursinya. Jadi supaya dia mau ke kamar mandi, ibu guru sampai menarik-narik & mendorong-dorong dia. waktu berdiri di depan cermin toilet pun masih diangkat-angkat badannya oleh bu guru supaya berdirinya tegak. Owh... luar biasa perjuanganmu bu, ngga pernah mengeluh lagi... *geleng-geleng*

Well right now I'm still wondering... gimana kita bisa hidup bersama mereka.... Anak-anak itu sama seperti manusia pada umumnya, butuh perhatian dan rasa aman. Yah, mungkin di sekolah itu mereka bisa mendapatkan itu dari guru-guru mereka. Tapi setelah mereka ngga lagi sekolah... belum tentu mereka bisa kembali merasakan kenyamanan yang sama di lingkungan rumahnya, kalau orang tua, keluarga dan para tetangganya tidak tahu bagaimana harus memperlakukan mereka.

Bener deh, begitu keluar dari sekolah itu, aku merasa baru saja kembali dari dunia lain. Dunia yang aku belum pernah kenal sebelumnya... padahal itu ada di sekitarku. Sambil jalan menjauh, musik yang mirip-mirip soundtracknya Sherlock BBC kedengeran dari salah satu kios kaset di dekat sana. 'God, anak-anak itu pasti ngga pernah ngerasain gimana serunya nonton film-film dari yang level brainteaser kayak Sherlock sampai ke yang sangat ringan kayak drama-drama korea itu di laptop, main Spider Solitaire, Harvest Moon, PS, dan sejenisnya.... Ya ampuunn... ga bisa ngebayangin....'. Ya, biarpun agak gimanaa...gitu, tapi memang yang terlintas dalam pikiranku waktu itu adalah barang-barang seperti ini.

Alhamdulillah, selagi hidup aku masih diberi Allah kenikmatan menyadari kenikmatan yang aku miliki tapi tidak kusadari. Yah, bersyukur lah, intinya.... Kekhususan anak seperti itu salah satu faktor penyebabnya adalah makanan ibu yang tidak sehat saat ia mengandung, ataupun karena terbiasa terpapar oleh polusi. Semoga para ibu hamil berikutnya paham dan selalu dibantu oleh orang-orang di sekitarnya untuk menjaga asupan makanan dan lingkungannya.

6 komentar:

  1. Puuuut, aku ngiri deh sama pengalaman kamu pergi observasi ke SLB!

    Guru-guru disana sabar banget yah? Gak bisa ngebayangin perjuangan mereka untuk bisa mendidik anak-anak itu supaya setara dengan orang-orang yang 'normal'. *Emang ada manusia yang normal? Definisi normal itu kan berbeda-beda :D*

    [Aku masuk ke kelas 4 C1 yang diisi oleh hanya 6 siswa... saya ulangi... hanya 6 siswa!! Bikin irii,,,tapi ngga iri-iri amat....]

    Kenapa iri, Put?

    Oh ya, terima kasih buat info yang ada di paragraf terakhir. Jadi mulai sekarang, harus berlatih untuk makan makanan yang sehat dan menghindari polusi sebisa mungkin :D

    BalasHapus
  2. Aaahh Mutya baca. Eh kok bisa tau sih ada post baru? Aku ga tau kalo mutya baru ngepost. Gimana caranya ya?? (pertanyaan teknis ini :p)

    Oh, itu iri karena isi kelasnya sedikit, artinya guru memperhatikan perkembangan tiap2 anak banget. Asyik kan kalo gitu? :)

    Seharusnya mut, guru-guru yang ngajar disana memang paham gimana mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Kebetulan aku dapat kelas yang gurunya supportif banget. Seneng deh ngelihatnya. Tapi ada juga temen yang mengobservasi kelas yang gurunya terkesan ngga rela ngajar di sekolah itu. Kasihan murid2nya jadinya....

    DS ini kasus keterbelakangan mental yang paling sering ditemukan. Ada yang ringan, sedang, sama berat. Penyebab-penyebab tuna grahita ini bisa karena infeksi, kelainan kromosom, masalah gizi atau pengaruh masa prenatal yang belum jelas. Trauma masa kecil juga bisa mengakibatkan keterbelakangan mental. Misalnya anak yang ditolak dan ngga mendapat perhatian yang cukup dari orang tuanya. Biasanya ini tergolong tuna grahita ringan, dan masih punya kemungkinan buat disembuhkan.

    Jadi memang merawat anak ngga bisa sembarangan...

    BalasHapus
  3. Dedeqmuuhh Tikatikaku1 Maret 2011 pukul 22.40

    di SLB ini anak2 lulusannya udah bisa disebut setara ama anak SMK, selama sekolah mereka bukannya baca teori newton sampe logaritma, tapi mempersiapkan bagaimana mereka bisa survive sendiri kalo udah lulus, dan bagaimana mereka punya keterampilan dalam tata boga, otomotif dan lain2. Sayang, kalo mau kerja, mereka kurang dapet promosi. soalnya yg diliat ijzah es esan berapa, padahal mereka udah dibuat promising buat sekitarnya

    BalasHapus
  4. Hahaha, baru pertama kali ya? Aku dari kecil (meski normal) di SLB - karena ikutan ibu yg jd guru SLB -. And, klo dirimu kaget sama "hanya enam orang", gimana klo aku kasih tw murid ibuku sebanyak 2 orang, hehe... Mereka butuh perhatian lebih dr orang normal, tapi butuh perlakuan yg sama dg orang lainnya

    BalasHapus
  5. @ Puti:

    [Aaahh Mutya baca. Eh kok bisa tau sih ada post baru? Aku ga tau kalo mutya baru ngepost. Gimana caranya ya?? (pertanyaan teknis ini :p)]

    Caranya klik follow aja Put. Kamu lihat ada pilihan follow di sebelah kanan halaman kan? Nah, kalau sudah nge-follow blog orang, biasanya dapat laporan tulisan terbaru kalau masuk ke dashboard.

    Karena aku sering log in ke blog, makanya bisa up date banget tulisan orang yang aku follow, termasuk kamu :D

    Aku pernah baca artikel ada anak yang punya kepribadian ganda karena ditolak sama orang tuanya :(. Eh, kepribadian ganda bisa dikategorikan sebagai bentuk tuna grahita atau enggak?

    @ Resna: Wah, kamu sekolah di SLB ya. Gimana pengalamannya? Gimana standar kurikulumnya dibandingkan dengan sekolah umum?

    BalasHapus
  6. @Resna, haloo salam kenal yaa
    Ternyata ada juga SLB yang menerima anak bukan berkebutuhan khusus ya. Waah gimana kegiatan belajar disana? Kamu kesulitan ngga? Mungkin bisa dishare juga pengalaman selama disana :)

    @Mutya, setahu aku kepribadian ganda ngga termasuk dalam ketunaan mut, terus aku juga belum mempelajari ttg kepribadian ganda ini nih. Jadi ngga bisa komentar banyak,,

    BalasHapus